SYI'IR TANPO WATON ( SYA'IR TANPA ATURAN ) karangan K.H ABDURRAHMAN WAHID

Posted by yusuf

astagfirullah robbal baroya...

astagfirulloh minal khootooya...

robbi zidni ilmannaafii'ah...

wawaffikni amalansolihah...



yarosulalloh salammunalaik...

yaarofiasaaniwaddaaroji...

atfataiyazi rotal aalaamin...

yauuhailaljuu diwaalkaromi...

yauuhailaljuuu diwalkaromi...



Jiwa yang Sehat Menurut Imam al-Ghazali

Posted by yusuf

Psikologi atau 'ilm al-nafs dalam pandangan Imam al-Ghazali (w.505H/1111M), termasuk dalam kategori ilmu-ilmu terapan.

Psikologi pada hakekatnya bertujuan melatih jiwa (riyadhah) dan pengendalian hawa nafsu (mujahadatul hawa). Termasuk dalam hal ini adalah bagaimana melatih jiwa dalam bermuamalah kepada seluruh anggota keluarga, pembantu dan budak. (lihat: Mizanul 'Amal)
Dalam kitabnya Ihya 'Ulumiddin, beliau menjelaskan bahwa mempelajari disiplin ilmu jiwa ini adalah wajib. Sebab dengan menguasai ilmu inilah tercapainya cara-cara pensucian jiwa. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu" (QS. 91:9). Sedangkan mengabaikan ilmu ini akan berakhir pada kerugian. "Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotori jiwanya" (QS. 91:10). Hal ini dikarenakan bahaya penyakit kalbu lebih parah daripada penyakit fisik. Sebab penyakit fisik hanya merenggut kehidupan yang fana, sementara penyakit hati menyebabkan kehancuran pada kehidupan yang abadi. Maka perhatian terhadap kecermatan tentang kaedah-kaedah penyembuhan penyakit kalbu harus lebih diutamakan.

Islam dan Mistik Jawa

Posted by yusuf

Khazanah kepustakaan Jawa kaya dengan karangan-karangan tentang filsafat mistik yang lazim disebut suluk. Pada umumnya suluk disampaikan melalui kisah perumpamaan atau alegori, dan ditulis dalam bentuk puisi atau tembang macapat gaya Mataram (Koentjaraningrat 1984:316), tetapi tidak jarang ditulis dalam bentuk gancaran atau prosa (Edi Sedyawati 2001:300). Sebagai alegori, suluk-suluk itu kaya dengan ungkapan-ungkapan simbolik dan simbol atau image-image simbolik. Karena itu untuk memahaminya diperlukan metode penafsiran atau pemahaman yang sesuai.

Syekh Ibn ‘Atha’illah

Posted by yusuf

Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad Ibn Muhammad ibn ‘Atha’illah as-Sakandari. Ia lahir di Iskandariah (Mesir) pada 648H/1250M, dan meninggal di Kairo pada 1309M. Julukan al-Iskandari atau as-Sakandari merujuk kota kelahirannya itu.
Sedari kecil, Ibn ‘Atha’illah dikenal gemar belajar. Ia menimba ilmu dari beberapa syekh secara bertahap. Gurunya yang paling dekat adalah Abu Al-Abbas Ahmad ibn ‘Ali al-Anshari al-Mursi, murid dari Abu al-Hasan al-Syadzili, pendiri tarekat al-Syadzili.
Dalam bidang fiqih ia menganut dan menguasai mazhab Maliki, sedangkan di bidang tasawuf ia termasuk pengikut sekaligus tokoh tarekat al-Syadzili.
Ibn ‘Athaillah tergolong ulama yang produktif. Tak kurang dari 20 karya yang pernah dihasilkannya. Meliputi bidang tasawuf, tafsir, aqidah, hadits, nahwu, dan ushul fiqh. Dari beberapa karyanya itu yang paling terkenal adalah kitab al-Hikam. Buku ini disebut-sebut sebagai magnum opusnya. Kitab itu sudah beberapa kali disyarah. Antara lain oleh Muhammad bin Ibrahim ibn Ibad ar Rundi, Syaikh Ahmad Zarruq, dan Ahmad ibn Ajiba.
Beberapa kitab lainnya yang ditulis adalah Al-Tanwir fi Isqath al-Tadbir, ‘Unwan at-Taufiq fi’dab al-Thariq, miftah al-Falah dan al-Qaul al-Mujarrad fil al-Ism al-Mufrad. Yang terakhir ini merupakan tanggapan terhadap Syaikhul Islam ibn Taimiyyah mengenai persoalan tauhid. Kedua ulama besar itu memang hidup dalam satu zaman, dan kabarnya beberapa kali terlibat dalam dialog yang berkualitas tinggi dan sangat santun. Ibn Taimiyyah adalah sosok ulama yang tidak menyukai praktek sufisme. Sementara ibn ‘Athaillah dan para pengikutnya melihat tidak semua jalan sufisme itu salah. Karena mereka juga ketat dalam urusan syari’at.
Ibn ‘Athaillah dikenal sebagai sosok yang dikagumi dan bersih. Ia menjadi panutan bagi banyak orang yang meniti jalan menuju Tuhan. Menjadi teladan bagi orang-orang yang ikhlas, dan imam bagi para juru nasihat.
Ia dikenal sebagai master atau syaikh ketiga dalam lingkungan tarikat Syadzili setelah yang pendirinya Abu al Hasan Asy Syadzili dan penerusnya, Abu Al Abbas Al Mursi. Dan Ibn ‘Athillah inilah yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khazanah tarikat syadziliah tetap terpelihara.
Meski ia tokoh kunci di sebuah tarikat, bukan berarti aktifitas dan pengaruh intelektualismenya hanya terbatas di tarekat saja. Buku-buku ibn Athaillah dibaca luas oleh kaum muslimin dari berbagai kelompok, bersifat lintas mazhab dan tarikat, terutama kitab Al Hikam yang melegenda ini.

Kecemburuan Istri Rasulullah

Posted by yusuf

Cemburu merupakan tanda adanya cinta, mustahil orang yang mengakui mencintai kekasihnya (suaminya/istrinya) tidak memiliki rasa cemburu. Cemburu merupakan tanda kesempurnaan cinta, akan tetapi cemburu bisa tercela apabila terlalu berlebihan dan melampui batas. Aisyah radhiyallahu anha adalah seorang wanita pencemburu hal ini terjadi karena begitu besar rasa cintanya kepada kekasihnya yaitu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.Nah, marilah kita simak kisah beliau.


Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam keluar dari rumahnya pada suatu malam.Aisyah menuturkan,

“Maka akupun menjadi cemburu kepada beliau sekiranya beliau mendatangi istri yang lain. Kemudian beliau kembali lagi dan melihat apa yang terjadi pada diriku.”apakah engkau sedang cemburu?” tanya beliau.”Apakah orang semacam aku ini tidak layak cemburu terhadap orang seperti engkau ?”
“Rupanya syetan telah datang kepadamu”, sabda beliau”Apakah ada syetan besertaku?’ tanyaku
“Tak seorangpun melainkan bersamanya ada syetan” jawab beliau.”Besertamu pula?” tanyaku.
“Ya, hanya saja Allah menolongku untuk mengalahkannya sehingga aku selamat”, jawab beliau. (ditakrij Muslim dan Nasa’i)

Abu Yazid Al Bustami

Posted by yusuf

Abu Yazid Thoifur bin Isa bin Surusyan al-Busthami. Lahir di Bustham yang terletak di bagian timur Laut Persi. Meninggal di Bustham pada tahun 261 H/874 M. Beliau adalah salah seorang Sulton Aulia, yang merupakan salah satu Syech yang ada di silsilah dalam thoriqoh Sadziliyah, Thoriqoh Suhrowardiyah dan beberapa thoriqoh lain. Tetapi beliau sendiri menyebutkan di dalam kitab karangan tokoh di negeri Irbil sbb:" ...bahwa mulai Abu Bakar Shiddiq sampai ke aku adalah golongan Shiddiqiah."

MASA REMAJA
Kakek Abu Yazid al Busthami adalah seorang penganut agama Zoroaster. Ayahnya adalah salah satu di antara orang-orang terkemuka di Bustham. Kehidupan Abu Yazid yang luar biasa bermula sejak ia masih berada dalam kandungan. "Setiap kali aku menyuap makanan yang kuragukan kehalalannya" , ibunya sering berkata pada Abu Yazid, "engkau yang masih berada didalam rahimku memberontak dan tidak mau berhenti sebelum makanan itu kumuntahkan kembali". Pernyataan itu dibenarkan oleh Abu Yazid sendiri.

Setelah sampai waktunya, si ibu mengirimkan Abu Yazid ke sekolah. Abu Yazid mempelajari Al Qur-an. pada suatu hari gurunya menerangkan arti satu ayat dari surat Lukman yang berbunyi, "Berterimakasihlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu". Ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Abu Yazid meletakkan batu tulisnya dan berkata kepada gurunya, "Ijinkanlah aku untuk pulang,. Ada yang hendak kukatakan pada ibuku".

Si guru memberi ijin, Abu Yazid lalu pulang kerumahnya. Ibunya menyambutnya dengan kata-kata,"Thoifur, mengapa engkau sudah pulang? Apakah engkau mendapat hadiah atau adakah sesuatu kejadian istimewa?"

"Tidak" jawab Abu Yazid "Pelajaranku sampai pada ayat dimana Alloh memerintahkan agar aku berbakti kepadaNya dan kepadamu. Tetapi aku tak dapat mengurus dua rumah dalam waktu yang bersamaan. Ayat ini sangat menyusahkan hatiku. Maka wahai ibu, mintalah diriku ini kepada Alloh sehingga aku menjadi milikmu seorang atau serahkanlah aku kepada Alloh semata sehingga aku dapat hidup untuk Dia semata-mata".

"Anakku" jawab ibunya "aku serahkan engkau kepada Alloh dan kubebaskan engkau dari semua kewajibanmu terhadapku. Pergilah engkau menjadi hamba Alloh.

Di kemudian hari Abu Yazid berkata, "Kewajiban yang semula kukira sebagai kewajiban yang paling ringan, paling sepele di antara yang lain-lainnya, ternyata merupakan kewajiban yang paling utama. Yaitu kewajiban untuk berbakti kepada ibuku. Di dalam berbakti kepada ibuku itulah kuperoleh segala sesuatu yang kucari, yakni segalasesuatu yang hanya bisa dipahami lewat tindakan disiplin diri dan pengabdian kepada Alloh.

Kejadiannya adalah sebagai berikut:Pada suatu malam, ibu meminta air kepadaku. Maka akupun mengambilnya, ternyata didalam tempayan kami tak ada air. Kulihat dalam kendi, tetapi kendi itupun kosong. Oleh karena itu, aku pergi kesungai lalu mengisi kendi tersebut dengan air. Ketika aku pulang, ternyata ibuku sudah tertidur"."malam itu udara terasa dingin. Kendi itu tetap dalam rangkulanku. Ketika ibu terjaga, ia meminum air yang kubawa itu kemudian memberkati diriku. Kemudian terlihatlah olehku betapa kendi itu telah membuat tangaku kaku.

"Mengapa engkau tetap memegang kendi itu?" ibuku bertanya.
"Aku takut ibu terjaga sedang aku sendiri terlena", jawabku.Kemudian ibu berkata kepadaku, "Biarkan saja pintu itu setengah terbuka"
"Sepanjang malam aku berjaga-jaga agar pintu itu tetap dalam keadaan setengah terbuka dan agar aku tidak melalaikan perintah ibuku. Hingga akhirnya fajar terlihat lewat pintu, begitulah yang sering kulakukan berkali-kali".

(Wahai ingatkah kita di Qur'an Surat Al-Baqoroh 255) Sedang Alloh tidak pernah mengantuk dan tidak pernah tidur. Selalu terjaga. Mengapakah kita masih sering terlena??

Setelah si ibu memasrahkan anaknya pada Alloh, Abu Yazid meninggalkan Bustham, merantau dari satu negri ke negri lain selama tiga puluh tahun, dan melakukan disiplin diri dengan terus menerus berpuasa di siang hari dan bertirakat sepanjang malam. Ia belajar di bawah bimbingan seratus tiga belas guru spiritual dan telah memperoleh manfaat dari setiap pelajaran yang mereka berikan. Di antara guru-gurunya itu ada seorang yang bernama Shadiq. Ketika Abu Yazid sedang duduk dihadapannya, tiba-tiba Shadiq berkata kepadanya,"Abu Yazid, ambilkan buku yang di jendela itu".

"Jendela? Jendela yang mana?", tanya Abu Yazid.
"Telah sekian lama engkau belajar disini dan tidak pernah melihat jendela itu?"
"Tidak", jawab Abu Yazid, "apakah peduliku dengan jendela.Ketika menghadapmu, mataku tertutup terhadap hal-hal lain. Aku tidak datang kesini untuk melihat segala sesuatu yang ada di sini"."Jika demikian", kata si guru," kembalilah ke Bustham. Pelajaranmu telah selesai".

MENGENANG SANG WALI QUTUB (ABUYA DIMYATI)

Posted by yusuf

Alangkah ruginya orang Indonesia kalau tidak mengenal ulama satu ini. Orang bulang Mbah Dim, Banten atau Abuya Dimyati bin Syaikh Muhammad Amin. Beliau adalah tokoh kharismatik dunia kepesantrenan, penganjur ajaran Ahlusunah Wal Jama’ah dari pondok pesantren, Cidahu, Pandeglang, Banten. Beliau ulama yang sangat konsen terhadap akhirat, bersahaja, selalu menjauhi keduniawian. Wirangi (hati-hati dalam bicara, konsisten dalam perkataan dan perbuatan). Ahli sodakoh, puasa, makan seperlunya, ala kadarnya seperti dicontohkan Kanjeng Nabi, humanis, penuh kasih sesama umat manusia. Kegiatan kesehariannya hanya mulang ngaji (mengajar ilmu), salat serta menjalankan kesunatan lainnya.

Beliau lahir sekitar tahun 1925 anak pasangan dari H.Amin dan Hj.Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakan kecerdasannya dan keshalihannya, beliau belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya mulai dari Pesantren Cadasari, kadupeseng Pandeglang, ke Plamunan hingga ke Pleret Cirebon. Semasa hidupnya, Abuya Dimyathi dikenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, sehingga tak berlebihan kalau disebut sebagai tipe ulama Khas al-Khas. Masyarakat Banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia . Di balik kemasyhuran nama Abuya, beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja. Kalau melihat wajah beliau terasa ada perasaan ‘adem’ dan tenteram di hati orang yang melihatnya.



Abuya Dimyati, begitu panggilan hormat masyarakat kepadanya, terlahir tahun 1925 di tanah Banten, salah satu bumi terberkahi. Tepatnya di Kabupaten Pandeglang. Abuya Dimyathi dikenal sosok ulama yang cukup sempurna dalam menjalankan perintah agama, beliau bukan saja mengajarkan dalam ilmu syari’ah tetapi juga menjalankan kehidupan dengan pendekatan tasawuf, tarekat yang dianutnya tarekat Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Maka wajar jika dalam perilaku sehari-hari beliau penuh tawadhu’, istiqamah, zuhud, dan ikhlas. Abuya adalah seorang qurra’ dengan lidah yang fasih. Wiridan al-Qur’an sudah istiqamah lebih dari 40 tahun. Kalau shalat tarawih di bulan puasa, tidak turun untuk sahur kecuali setelah mengkhatamkan al-Qur’an dalam shalat.. Oleh karenanya, tidak salah jika kemudian kita mengategorikan Abuya sebagai Ulama multidimensi.